Senin, 06 Agustus 2007

Pertanian


Bertani organik atau alami hendaknya tumbuh dari dalam batin petani itu sendiri, demikian nasihat FX Pransidi (47 tahun), petani organik di Dusun Gadingan, Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, Jawa Tengah. Bertani organik juga perlu semangat kerja yang lebih karena membutuhkan tenaga kerja lebih banyak.

“Bertani organik merupakan cara bertani yang bersahabat dengan alam, dalam hal ini seolah-olah saya ikut serta memahami alam bersama Sang Khalik. Karena itulah saya akan terus melaksanakan pertanian yang ramah lingkungan,” ungkap Pransidi.

Pransidi, yang belajar bertani dari organisasi Green Hill yang mendorong pengembangan pertanian alami kurang lebih tujuh tahun yang lalu, berbagi pengalamannya bagaimana ia memulai bertani organik, apa saja langkah yang dilakukannya, sampai prinsip pemasaran produk pertanian organik, dalam buku “Belajar dari Petani. Kumpulan Pengalaman Bertani Organik” terbitan SPTN-HPS-Lesman-Mitra Tani, tahun 2003.

Pransidi memulai bertani organik dengan menanam tujuh jenis padi lokal, di antaranya pandan wangi dan beras merah, di lahan seluas 800 meter persegi. Padi ditanam tanpa pupuk dan pestisida kimia.

“Hasil percobaan tersebut cukup menggembirakan karena menghasilkan benih padi lokal organik. Setelah percobaan itu saya tambah yakin bahwa pertanian organik bisa lebih menguntungkan,” tulis Pransidi.

Berdasarkan pengalaman bertani organik, ia menuliskan hal-hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan yaitu:

Penyiapan lahan:

1. Penyediaan pupuk kandang

2. Pupuk hijau (daun, serasah, cacahan batang pisang, dan sebagainya).

3. Limbah dapur yang organik.

Penyiapan bibit:

1. Pengolahan tanah yang tidak subur sebagai tempat melatih bibit. Karena bibit padi akan lebih baik berkembang dari tanah yang kurang subur, setelah diluku garu dan dipupuk organik.

2. Penaburan benih padi.

Pengendalian hama dan rumput:

1. Setelah bibit dipindah ke lahan tanam dan berumur dua minggu, di sela baris padi ditaburi daun hijau yang cepat busuk (misalnya klereside) secara merata.

2. Pengendalian hama (seperti wereng) menggunakan bahan alami seperti rendaman serbuk kayu hasil penggergajian yang dicampur rendaman daun rondo noleh, ternyata bisa berhasil dengan baik.

Pembuatan pupuk cair dan cara pemupukan

Bahan:

Intil (kotoran) kambing, kotoran ayam kampung, daun lamtoro lokal-daun munggur-daun mindi, pisang ambon/pisang klutuk yang telah masak dengan perbandingan 1:1:2:1.

Cara pembuatan:

1. Semua bahan direndam dalam air leri (rendaman beras) selama tiga minggu, lalu

2. Diberi starbio bikinan sendiri (teknik membuat starbio diperoleh dari petugas dinas peternakan).

3. Setelah direndam selama satu bulan baru bisa digunakan sebagai pupuk.

Cara pemupukan:

Setengah tangki air rendaman bahan tersebut dicampur dengan setengah tangki air leri (pususan beras) lalu semprotkan ke sekitar tanaman.

Pupuk cair ini selain bermanfaat untuk tanaman padi bisa digunakan juga untuk tanaman sayuran. Penyemprotan bisa dilakukan seminggu sekali.

Koleksi bibit padi lokal

Saat ini koleksi bibit padi lokal saya ada pandan wangi, somali, hoing, mentik wangi, dan mrening.

Hasil panen padi lokal dengan perlakuan organik:

1. Setiap satu kilogram benih padi pandan wangi bisa menghasilkan panen sebanyak 100 kg gabah kering giling.

2. Setiap satu kilogram benih padi somali bisa menghasilkan panen sebanyak 100 kg gabah kering giling.

3. Setiap satu kilogram benih padi hoing bisa menghasilkan panen sebanyak 50 kg gabah kering giling.

4. Sedang benih padi mentik wangi menghasilkan sedikit lebih banyak dibanding pandan wangi. Tapi, “Belum saya hitung,” tulis Pransidi jujur.

“Biaya yang saya keluarkan hanya untuk luku dan garu karena pekerjaan lainnya saya lakukan sendiri bersama keluarga,” ungkap Pransidi.

Pemasaran

Pransidi menjual hasil bertani dari lahan seluas kurang lebih 1.000 meter persegi kepada guru-guru dan juga teman-teman yang telah tahu hasil dari tani organik.

Panenan Pransidi dihargai lebih mahal dibandingkan beras non-organik. Ia bisa mendapatkan harga lebih mahal Rp 500 sampai Rp 1.000 per kilogram dibandingkan harga beras non-organik.

Kunci dari pemasaran adalah kejujuran, tulis Pransidi. “Jangan sampai menipu konsumen dengan mengatakan non-organik sebagai organik. Hingga saat ini konsumen masih setia membeli beras dari saya.”

Kendala

Kendala yang dihadapi Pransidi dalam bertani organik di antaranya semangat kerja yang tidak boleh mengendor. Mengapa begitu? Karena bertani organik membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak. Misalnya untuk penyiapan lahan, membawa pupuk kandang atau kompos dan pupuk hijau ke lahan. Begitu juga dengan pengendalian hama.

Tanggapan petani

1. Petani masih kesulitan bertani secara organik seratus persen karena sudah terpola bertanam dengan pupuk kimia yang lebih ringan dan gampang.

2. Kurangnya tenaga kerja dalam bertani organik.

3. Walau belum 100% organik, tetapi para petani sekitar mulai mengurangi banyak (sampai 50%) penggunaan pupuk kimia dibanding sebelumnya.

Kadang Pransidi diminta oleh pihak pemerintah kelurahan, mahasiswa KKN, dan guru-guru, serta LSM pendamping untuk membagikan pengalaman kepada petani daerah lain yang tertarik bertani organik.

Jogjakarta, 26 Mei 2003

FX Pransidi

(Disarikan dari buku “Belajar dari Petani. Kumpulan pengalaman bertani organik,” editor Wangsit St. dan Daniel Supriyana, diterbitkan oleh SPTN-HPS – Lesman – Mitra Tani)

sumber : http://www.pustakatani.org/BedahKasus/tabid/56/ctl/ArticleView/mid/376/articleId/94/NiatBertaniOrganikHendaknyaTumbuhdariDalamBatin.aspx


Tidak ada komentar: